30 September 2009

Sekarang

Waktu, dan Cinta.


Namaku Mia, 17 tahun.
Aku ingin Tuhan menghentikan waktu.. Hari ini. Aku tak ingin ada esok pagi. Aku tak siap menghadapi esok. Aku ingin hari ini berjalan lebih lama dari biasanya. Aku ingin hari ini berjalan 50 jam lamanya, bukan hanya 24 jam.. Aku ingin hari ini menjadi hari yang panjang. Aku ingin terus berjalan, dengan ujung yang masih jauh di depan sana. Tapi semakin aku berjalan, ujung itu semakin dekat, pertanda sebentar lagi waktuku akan habis. Aku ingin berhenti, tapi tak bisa. Kakiku terus berjalan mendekati ujung itu..
Aku ingin semuanya terhenti sekarang..
24 jam sebelum sekarang.
Aku masih belum bisa tertidur. Masih memandang seraut wajah yang hanya bisa aku lihat melalui layar laptopku. Memikirkan dia, yang jauh dari aku.. Aku sangat menyayanginya. Namun malam itu, aku mendadak berubah seperti anak kecil. Menyimpan cemburu terhadap sesuatu yang tak pantas untuk aku cemburui. Membuyarkan semua mood baik yang dia miliki, hingga akhirnya ia menghilang dari layar laptopku. Dan tak ada kabar hingga 8 jam ke depan. Ia mungkin telah tertidur, lelah menghadapi hari-harinya. Dan juga bertambah lelah dengan sikap kekanak-kanakanku. Aku hanya bisa meminta maaf, dan berjanji dalam hati untuk tidak bersikap seperti itu lagi.
16 jam sebelum sekarang.
Aku mengirimkan sms selamat pagi kepadanya, berharap keadaannya telah membaik, dan kembali menyapaku dengan kegembiraannya. Aku bersyukur bahwa dia dewasa. Dia tidak memperpanjang masalah tadi malam. Sms yang datang dari nomornya, membuatku sangat lega. Kangen. Aku pun merasakan hal yang sama dengannya. Kami berkomunikasi sebentar, dan kemudian larut dalam kesibukan sendiri-sendiri.
10 jam sebelum sekarang.
Nokia Tunes dan getar di handphoneku. Kulihat namanya di layar handphone. Segera aku mengangkat telepon itu, dan aku mendengar suaranya. Ya, suara yang selama ini ingin kudengar. Aku merasa sangat ingin menemuinya. Mendengarkan ia bicara secara langsung. Menyentuh tubuhnya saat ia ada di sampingku. Aku ingin semuanya nyata.. Aku sangat ingin. Tapi jarak menghalanginya. Aku hanya bisa mendengarkan suaranya melalui handphone yang aku pegang saat ini. Pembicaraan singkat siang itu, justru membuatku semakin menginginkan dia ada di sini.
7 jam sebelum sekarang.
Aku masih menatap layar laptopku ketika tiba-tiba sebuah sapaan darinya mengejutkanku. Ternyata dia juga sedang berada di depan layar laptopnya. Wajahnya muncul di layar, membuatku tersenyum dan justru semakin menginginkan dia untuk berada di sini. Dia juga ingin melihatku di layarnya. Aku pun tersenyum dan segera mengaktifkan webcamku. Kini ia bisa melihatku, dan aku juga bisa melihatnya. Walaupun hanya dari sebuah layar. Namun aku sangat senang. Dan berharap suatu saat aku bisa bertemu langsung dengannya.
6 jam sebelum sekarang.
Aku meneleponnya. Mendengarkan suaranya. Kita bercerita, dan kemudian terputus. Aku tak lagi mendengar suaranya.
3 jam sebelum sekarang.
Aku kembali meneleponnya. Mendengar suaranya lagi. Membuatku semakin tidak siap menghadapi hari esok. Sebentar lagi kebebasannya akan hilang. Sebentar lagi padatnya kegiatan akan mengisi hari-harinya. Aku semakin tidak siap. Semakin aku mendengar suaranya, semakin membuatku ingin menghentikan waktu. Tapi aku ingin terus mendengarkan suaranya. Aku ingin terus dapat mendengarkan suara itu kapanpun aku mau. Tapi waktuku tidak banyak. 3 jam lagi, keadaannya akan berubah. Dan aku belum siap.
2 jam sebelum sekarang.
Aku terus mengontaknya melalui pesan teks. Sekedar ingin tahu keadaannya. Ia telah berangkat menuju tempat di mana ia akan berada.
1 jam sebelum sekarang.
Ia sampai di tempat itu. Aku meneleponnya, hanya untuk memastikan keadaannya. Aku tahu ia baik-baik saja. Aku semakin ingin menghentikan waktu.
Sekarang.
Tak ada kabar apapun darinya. Handphoneku sepi. Layar laptopku sepi. aku hanya duduk dan menunggu. Kangen.
30 menit setelah sekarang.
Sebuah sms mengejutkanku. Dia. Memberi kabar. Jantungku serasa mau copot. dia masih bisa memberi kabar. Aku segera meneleponnya. 30 menit, waktu yang cukup lama untuk menelepon. Namun, aku merasa waktu itu sangat kurang. Itu adalah terakhir kali aku mendengar suaranya. Membuat kangenku semakin menjadi, dan segera ingin menemuinya. Aku harap aku akan segera bisa menemuinya secara langsung. Melepas kangen yang selama ini aku rasakan.
1 jam setelah sekarang.
Ia telah tertidur, ia akan bersiap menghadapi esok hari. Aku masih ada di depan laptopku. Sepi. Handphoneku sepi. Kangen itu kembali datang, yang aku pun tak tahu kenapa ia datang. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur.
7 jam setelah sekarang.
Aku terbangun. Melihat ke handphoneku. Satu jam yang lalu, ia mengirimiku pesan singkat. Mengabari ia akan segera melaksanakan kegiatannya di sana. Dan berkata ia kangen padaku. Aku hanya tersenyum, mengirimkan balasan dari sms itu. Dan menunggu balasan darinya datang. Entah kapan. Kapanpun itu, aku akan menunggunya. Karena aku menyayanginya. Dan aku akan bertahan di sini untuk dia. Aku sangat menyayangi dia.
Satu pesan yang kuingat dari dia, Tuhan.
“Thanks for being my girlfriend, survive there for me! Love you”
Sebuah pesan singkat yang menyemangati hari-hariku. Aku memang sendirian di sini, tanpanya. Namun aku tahu, jauh di sana, dia menyayangiku. Aku tahu aku juga menyayanginya. Aku tahu kami berdua saling menyayangi. Dan aku, berjanji, I will survive for him. Aku akan setia kepadanya, menjalani hari-hariku dengan semangat yang ia berikan. Karena aku tahu aku menyayanginya. Dan aku akan siap menghadapi hari esok. Karena aku akan segera menemuinya tak lama lagi.. Aku, sayang kamu.

0 comment:

Post a Comment