26 September 2009

Mencoba Beranalogi

Aku masih terduduk di depan sebuah gerbang, gerbang yang tinggi. 



Rasa lelah yang menderaku membuatku tak mampu lagi berdiri. Tanganku meraih gerbang itu. Mencoba untuk bangkit, namun sulit. Cat keemasan pada gerbang itu menyilaukanku. Membuatku ingin sekali menembusnya. Masuk ke dalamnya. Dari balik gerbang itu kulihat seorang pria dengan jas hitam dan celana kain hitam. Ia mengenakan sebuah kacamata berframe hitam dan tebal. Kurasa, ia masih seumuran denganku. Tangan kirinya memegang sebuah kunci berwarna emas. Dan tangan kanannya ia letakkan pada pinggangnya. Ia sedang memandangku dari balik gerbang ini. Ia tidak tampan, namun hatiku merasakan sebuah getaran yang aku pun tak tahu getaran apa itu..


Perlahan pria itu mendekat. Semakin lama semakin dekat. Kurapikan gaun putihku yang telah kotor oleh debu. Kurapikan rambutku dalam menyambut kedatangannya. Sekali lagi tanganku meraih gerbang, berusaha berdiri, namun sulit. aku merasa kakiku tak mampu lagi menyangga tubuhku. Hingga akhirnya pria itu telah berdiri persis di belakang gerbang, menatapku. Aku dapat melihat dengan jelas mata hangat itu dari balik kacamatanya. Ia mengucapkan kata-kata yang bahkan tak aku mengerti apa maksudnya. Aku hanya mampu menggeleng lemah. Ia menatapku dalam, kemudian membuka gerbang itu dengan kunci yang ia pegang di tangan kirinya tadi. Ia berjalan keluar gerbang, mendekatiku dan mengulurkan tangannya. Ingin sekali kuraih tangan itu. Belum sempat aku meraihnya, seorang wanita muncul dan berdiri di samping pria itu. Aku mengurungkan niatku untuk meraih tangan si pria dan memilih untuk menunduk dan memilin gaunku. Wanita itu, aku merasakan sebuah ketakutan kepadanya. Wajahnya canntik, kulitnya kuning. Ia mengenakan sebuah gaun berwarna hitam panjang, dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Wajahnya menatapku bengis, dan berkata dalam bahasa asing terhadap pria itu. Dan tak lama, mereka berdua masuk ke dalam.


Pria itu berjalan menjauhiku, namun matanya terus menatapku.. ia menoleh terus ke arahku, seakan tak mau melepasku dari pandangannya. Dan tak lama, ia pun menghilang masuk ke dalam rumah. Aku terhenyak.. Aku terlalu lemah untuk berdiri. Aku memandang jendela, di sana nampak wajah pria itu. Matanya terus menatapku di balik kacamatanya. Aku hanya bisa memandangnya. Memandang mata teduh di balik kacamata itu.. Mungkin aku terlalu lemah untuk berdiri dan mencoba menghampirinya, namun, di dalam hatiku, aku tahu, pria itu merasakan juga apa yang aku rasakan.. Cinta..

0 comment:

Post a Comment