24 April 2010

Di Dalam Sana, Saya Menangis

Saya tidak tahu kapan persisnya air mata ini menetes. Terakhir kali saya bercermin, senyum saya masih mengembang. Tapi kini ketika saya bercermin, saya melihat maskara saya mulai luntur. Ikut larut bersama dengan air mata yang turun perlahan menuju pipi. Malam ini saya sendiri. Hanya ditemani suara malam dan dengkuran yang entah siapa pemiliknya.

Saya hanya tak habis pikir. Ternyata seseorang yang paling dekat dengan kita pun bisa mengusik rasa tidak nyaman yang teramat besar di pikiran kita. Bukan hanya di pikiran, bahkan dalam ke dalam hati. Saya hanya bisa terdiam ketika air mata itu menetes. Ketika membaca sebuah pesan dalam layar handphone. Bukan, bukan untuk saya. Namun membicarakan saya. Perih yang sama seperti yang saya rasakan ketika saya mengetahui bahwa dia hanya memakai topeng ketika memutuskan untuk selalu bersama saya. Perih yang dulu telah tertutup dan terhapus, namun sekarang perih itu kembali ada. Lebih perih.

Saya mengira semua luka itu telah hilang dan tak akan kembali. Tapi kini perih. Air mata saya terus menetes dan tak dapat saya kendalikan. Saya hanya butuh sebuah kejujuran. Semuanya campur aduk memenuhi otak saya. Saya, hanya ingin kita bisa bersama, selamanya.. Tutuplah semua perih ini, dan aku akan memberimu satu kesempatan, dan waktu..


Merapi Regency, 24 April, 02:56
di tengah dinginnya malam, suara detik jam, dan suara dengkuran..

0 comment:

Post a Comment